
Tahukah Anda bahwa perusahaan komunikasi
seluler Telkomsel yang mempesona ini sarat muatan komersil dan politis?
Telkomsel yang ternyata sahamnya dimiliki juga Indosat sebesar 35% itu
disinyalir memainkan peranan sebagai “pengumpul dana” untuk
kepentingan komersial dan politik.
Telkomsel yang dimiliki oleh
Indosat -disebut-sebut adalah saingan Telkomsel- disinyalir memainkan
peranan Kartel di bidang industri telekomunikasi di tanah air bersama
beberapa operator seluler lainnya. Mereka sepertinya bersepakat
mengatur “permainan” agar langgeng dan dapat meraup berbagai tujuan
masing-masing operator.
Mereka yang terlibat dalam kartel
tersebut memperlihatkan kepada publik bahwa seolah-olah mereka bersaing
dalam permainan yang amat keras, akan tetapi sesungguhnya pada level top
pemilik saham mereka mengatur irama itu dan tertawa terbahak-bahak
menyaksikan upaya pembodohan pelanggan yang dilancarkan oleh
masing-masing operator melalui iklan dan promosi taktis, padahal semua
operator itu berada dalam kendali kerajaan kartel si Raja Telekomunikasi
Indonesia.
Analisa keterkaitan Telkomsel dalam jaringan Kartel.
Sebagai perusahaan yang telah menjadi operator seluler nomor satu di Indonesia (berdasarkan standard penguasaan pangsa pasar dan jumlah pelanggan) Telkomsel telah tumbuh menjadi perusahaan telekomunikasi raksasa di Indonesia bahkan di Asia.
Di Indonesia dengan meraih jumlah
pelanggan 100 juta pelanggan pada Mei 2011 dan menguasai 51% market
share (pangsa pasar) tahun 2007, Telkomsel telah menjalin kerjasama
dengan mitra operator di berbagai dunia. Disebutkan dalam berbagai
informasi, Telkomsel berhasil membuka jaringan kerjasama dengan 155
negara.
Melihat reputasi dan keterkaitan
pembagian saham Telkomsel dengan “saingannya” Indosat sebagaimana
disebutkan di atas, apa yang ada dalam pikiran kita selain munculnya
rasionalitas sebagai respon atas kejanggalan dan keanehan tersebut?
Untuk lebih jelasnya mari perhatikan
beberapa catatan penting tentang jaringan “krodit” operator kelas wahid
kita sebagai berikut :
- Pembagian saham Telkomsel adalah : 65% oleh PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk ( atau disebut “Telkom” saja) Indonesia dan 35% untuk Indosat, Tbk. Dari 65% saham milik Telkom, Tbk ini dimiliki oleh Singtel (Singapore) sebesar 35%, artinya, saham yang murni dimiliki Telkom, Tbk hanya 30% saja, itu pun belum dikurangi saham milik publik yang juga tedapat dari pihak asing.
- Indosat, Tbk sendiri dimiliki oleh jaringan multi taipan dari berbagai negara, dengan demikian tak mustahil Indosat, Tbk itu sahamnya dikuasai oleh para taipan dari bebrapa negara, antara lain : QTEL Asia sebesar 65% (milik kongomerat Qatar setealh dijual oleh STT Singapore ke Qatar), Skagen dari AS sebesar 5,57%. Setelah itu barulah Pemerintah RI (14,29%) dan publik (15,14%. Lihatlah kepemilikan saham kita (Pemerintah 14,29% dan publik 15,14%, jika keduanya dijumlahkan hanya 29,43% saja. Tidak sampai 35% seperti jumlah saham Telkomsel yang yang dimiliki Indosat, Tbk.
- Sementara itu, PT Telekomunikasi Indonesia yang menguasai 65% saham Telkomsel, ternyata dimiliki oleh para taipan kaliber kakap asing, sebesar 45,58%. Sedangkan Pemerintah RI (BUMN PT Telkom, Tbk) sebesar 51,19%. Sisanya, 3,23% saja dimiliki oleh “anak negeri.”
- Siapakah taipan kaliber asing yang menguasai 45,58% saham PT Telkom, tbk? Ternyata pemiliknya paling dominan adalah lagi-lagi dari SingTel singapore.
Atas dasar data dan fakta di atas kita dapat mengambil beberapa kesimpulan utama, yaitu :
- Industri telekomunikasi di tanah air TELAH dikuasai oleh pihak Asing.
- Adanya persekongkolan dalam industri telekomunikasi kita dalam jaringan Kartel Telekomunikasi.
- Ternyata pemiliknya yang “itu-itu saja” alias dia-dia juga.
- Telkomsel memainkan peranan penting dalam Kartel tersebut.
- Telkomsel terindikasi menjadi “Sapi Perah” untuk tujuan komersil dan Politik negara asing
- Pemerintah tidak berdaya mengatur deregulasi bidang telekomunikasi yang menguntungkan kepentingan bangsa (pengguna) dan negara karena berhadapan dengan jaringan mafia komunikasi asing.
Telkomsel dan beberapa operator
lainnya, telah menjelma menjadi kendaraan strategis yang dipergunakan
oleh para taipan asing untuk meraup keuntungan optimal dari Indonesia.
Idea dan inovasi apapun dilakukan atas nama profesionalisme dan layanan
prima, padahal di dalamnya Telkomsel telah menjadi “sapi perah” untuk kepentingan politik dan komersial para Taipan.
Kepentingan politik terhadap
Telkomsel adalah, operator seluler ini digunakan untuk meraup
keuntungan bagi kepentingan negara asing dan berkaitan dengan
bargaining pada bidang yang sama dalam kepemilikan di PT Telekom, PT
Indosat, PT.Indosat, PT.Excelcomindo, PT.Natrindo (Lippo Telecom),
PT.Cyber Access, PT. Mandara Seluler dan Twinwood Ventura. Semua
perusahaan seluler itu dimiliki oleh taipan kaliber dunia terutama dari
Singapore dan Malaysia.
Menggoyang Telkomsel dari
cengkeraman Taipan asing sama halnya menganggu stabilitas di beberapa
perusahaan operator seluler lainnya. Lihatlah bagaimana mereka menguasai
saham-saham perusahaan operator seluler kita, sebagai berikut :
- PT.Telkomsel 35% sahamnya dipegang oleh SingTel anak perusahaan Temasek Singapore.
- PT.Natrindo (Lippo Telecom) 95% sahamnya dikuasai Maxis Communication, PT.Cyber Access 60% sahamnya dikuasai Huctchinsons Telecom Hongkong.
- PT.Mandara Seluler, 24,7 % sahamnya dikuasai Polaris Mobile. Juga tercatat Twinwood Ventura dari Sampoerna Group menguasai 58% saham PT.Mandara Seluler.
- PT.Excelcomindo 66,98% sahamnya dikuasai Telekom Malaysia.
- PT.Indosat 41,94 % sahamnya (sebelum dijual oleh STT ke QTEL ASIA) dikuasai ST Telemedia (STT) anak perusahaan Temasek Singapore,
Oleh karenanya tidak heran, mengapa
pemerintah kita dan Telkom, Tbk sendiri yang telah berkoar-koar sejak
tahun 1997 hingga kini (4 tahun lamanya) akan melakukan buyback, ingin akuisisi, ingin menguasai dan berbagai istilah yang bernada menghibur publik, BELUM
dapat membuktikan rencana tersebut sebelum berakhirnya MoU yang telah
ditandatangani. Jadi apapun kondisi dan situasinya, para Taipan yang
tergabung dalam Kartel tersebut tidak akan memberi ruang gerak dan
kesempatan kita untuk mengatur strategi melepaskan Telkomsel dari
jeratannya.
Mungkin suatu saat ketika para
taipan sudah puas dan melihat Telkomsel dan operator di tanah air sudah
mampu mandiri atau sudah terpecah belah karena reformasi dalam industri
telekomunikasi, bisa jadi para taipan dalam kartel tersebut melepas
cengkeramannya.
Permainan maut Telkomsel pencabut Nyawa Pulsa
Oleh karena itu tak heran, apapun
dilakukan untuk meraup keuntngan optimal termasuk metode-metode dan
skema pembodohan pelanggan melalui iklan dan lebih parah lagi adalah
melalui pesan SMS yang menjebak dan menipu membuat kita geleng-geleng
kepala karena diperlakukan seolah-olah tidak mengerti sama sekali sedang
dalam jebakan maut mereka.
Lihatlah apa yang sedang santer dan
heboh dibicarakan saat ini. Lihatlah betapa vulgarnya Telkomsel mengirim
SMS mulai betema “Mama Minta Pulsa” hingga “Hadiah Gratis Untuk Anda
dengan menjawab 5 Pertanyaan berturut-turut.” Belum lagi aneka jebakan
maut menyedot “nyawa” pulsa pelanggan melalui konten murahan yang disewa oleh beberapa provider di Telkomsel.
Soal keuntungan dari permainan maut
itu tidak tanggung-tanggung. Bayangkan saja sekali pesan itu Anda
terima maka Anda akan dikirim SMS berbahaya beberapa kali yang berujung
pada habisnya “nyawa” pulsa Anda akibat disedot sebesar Rp.2000,- per
SMS haram tersebut.
Apa tanggapan anaka-anak, ibu-ibu
atau pelanggan di kota dan pedesaan yang masih kurang memiliki wawasan
obyektifitas saat menerima pesan Telkomsel yang menawan tersebut?
Mereka menekan tombol yes (setuju atau mengikuti petunjuk atau
perintahnya. Lalu tekan Yes, tanda setuju), akibatnya fatal, pulsa
mereka tersedot dengan cepat. Tragisnya bukan hadiah yang di dapat malah
minta uang lagi untuk mengisi pulsa yang terbuang percuma dan sia-sia.
Percuma dan sia-sia bagi kita, tapi
menarik untuk Telkomsel. Lihat saja, berapa orang yang mampu terkoceh
setiap hari? Katakan dari total 100 juta pelangganTelkomsel, hanya 5%
saja yang terjebak setiap hari, atau katakanlah hanya 5% pelanggan
Telkomsel yang terjebak dalam satu bulan terakhir, artinya ada sekitar 5
juta pelanggan yang memberikan pulsanya kepada Telkomsel.
Dari 5 juta pelanggan tersebut,
mereka terjebak permainan sebanyak 5 kali saja (karena menjawab 5 kali
pertanyaan) dengan baya per SMS katakanlah Rp.1000,- per SMS. Artinya
ada sebanyak 5 juta pelanggan yang dirampok oleh Telkomsel sebesar
Rp.5000.- per orang. Jika ditotal jumlahnya mencengangkan, yaitu
mencapai Rp.25 miliar. Berapa lamakah sudah permainan itu dijalankan
oleh Telkomsel? Apakah tidak menarik?
Taipan Telkomsel Tak Terbendung?
Jangan berpikir lagi adanya kompetitor
murni di dalamya, yang ada hanyalah kompetitor gadungan alias
kompetitor rekayasa. Memang benar ada kompetisi dalam memerankan peranan
masing-masing untuk menaikkan rating keuntungan bagi korporate
masing-masing, tapi semua akhirnya bermuara pada taipan-taipan kaliber
dunia yang sedang termehek-mehek melihat skenario sandiwara penuh fulus itu berjalan dengan sukses.
Adanya tekanan kepada Meninfokom
juga tidak bergema sama sekali. Malah dalam wawancanra dengan TV One
minggu lalu, Menteri Tifatul Sembiring seperti tidak semangat membahas
hal ini. Secara eskplisit ia tidak terlalu semangat melepaskan peranan
Taipan dalam menguasai Telkomsel, tetapi secara implisit dari raut wajah
dan sikapnya terbersit ketidak mampuan pemerintah intervensi terlalu
dalam tentang rencana tersebut.
Apa yang dipikirkan oleh pak
Tifatul? Biarlah pak Tifatul sendiri yang mengetahui detailnya. Sama
halnya biarlah kita menerka-nerka apa sebetulnya yang melatar belakangi
permainan maut Telkomsel ini, termasuk menerka-nerka melalui tulisan
ini.
Apapun yang kita lakukan tidak akan
mengubah perilaku dan strategi para Taipan itu secara permanen. Lihat
saja apa yang pernah dilakukan oleh Indonesia Telecommunication Users Group (ID.TUG) saat melaporkan Direktur Utama (Dirut) PT Telkomsel, Sarwoto Atmo Sutarno (pada saat itu -red)
ke polisi pada 12/10/2009 lalu. Ia dijerat UU Perlindungan Konsumen dan
UU tentang Telekomunikasi terkait dengan perubahan layanan bagi
pengguna Telkomsel Flash (T-Flash), yang dinilai merugikan
pelanggannya.
Proses atas berbagai kasus pengaduan
apapun terhadap Telkomsel tidak jelas juntrungannya. Bisa jadi UU No 8
Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen pun tidak akan mampu meredam
laju para Taipan yang sudah haus tak kepalang menyedot momentum hebat
ini.
Mungkin beberapa saat ke depan
intensitasnya diturunkan, tapi setelah itu penyakit itu kumat lagi
dengan pola penuh inovatif dan dalam bentuk permainan yang tak kalah
impresif tapi menggoda para Taipan untuk menyedot pulsa kita, he..he..he..
Salam Kompasiana,
abanggeutanyo